INDOBALINEWS
– Merespons beredarnya video yang menyebar mengenai dugaan pembukaan kembali Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Regional Suwung untuk menerima limbah organic, Kepala Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup (DKLH) Provinsi Bali, Made Rentin, secara tegas menyangkal informasi itu.
\”Tidak benar jika mengatakan TPA Suwung telah kembali menerima sampah organik. TPA Suwung memang ditutup, namun hanya terbatas pada jenis sampah organik saja. Sampah anorganik serta sisa limbah masih dapat diterima sesuai aturan yang berlaku,\” jelas Made Rentin dalam pernyataannya di Denpasar, Jumat 1 Agustus 2025.
Penghentian pengoperasian TPA Suwung terhadap limbah organik tersebut, menurut Rentin, adalah pelaksanaan dari Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia No. 921 Tahun 2025 mengenai Pemberhentian Pengelolaan Sampah menggunakan metode Open Dumping, yang wajib dihentikan paling cepat dalam waktu 180 hari sejak ditetapkan tanggal 23 Mei 2025.
Selanjutnya, pemerintah provinsi Bali merespons dengan menerbitkan surat gubernur bernomor B.24.600.4/3664/PSLB3PKLH/DKLH tanggal 23 Juli 2025, yang menyebutkan bahwa sejak 1 Agustus 2025, TPA Regional Suwung hanya akan menerima limbah anorganik serta sisa produksi. Sampah organik harus ditangani secara langsung dari tempat asalnya, termasuk di lingkungan keluarga atau kampung.
\”Pemerintah sudah melakukan sosialisasi kebijakan tersebut dengan giat sejak dua bulan yang lalu menggunakan Duta PSBS serta tim PSP PSBS untuk menyampaikannya ke semua desa maupun bendesa adat. Meskipun demikian, kami mengakui bahwa masih ada kesalahpahaman di lapangan, khususnya antara pihak perangkat desa dan pengelola sampah mandiri,\” katanya.
Karena informasi yang tidak sepenuhnya diterima, beberapa kendaraan angkutan sampah masih mengangkut limbahan campuran, termasuk sampah organic, akhirnya menyebabkan antrean di gerbang TPA serta hambatan arus lalu lintas di sekitar area tersebut.
\”Sebagai wujud toleransi pada hari pertama pelaksanaan kebijakan ini, kami memberi kelonggaran kepada truck yang mengangkut hingga 70 persen beban agar masih diperbolehkan memasuki area tersebut. Namun, seluruh pihak sudah menyampaikan perjanjian bahwa mulai esok hari aturan akan dilaksanakan secara utuh,\” kata Rentin.
Hanya limbah anorganik dan sisa-sisa yang diperbolehkan
Rentin memperkuat pernyataannya bahwa kebijakan tersebut tetap sama: sejak 1 Agustus 2025, TPA Suwung tidak lagi menerima limbah organik. Hanya limbah anorganik dan sisa-sisanya yang diperbolehkan masuk.
Dia juga meminta kepada para kepala desa, lurah, dan pemangku adat untuk tetap memberikan informasi serta melakukan sosialisasi kebijakan tersebut kepada warga masyarakat. Rentin juga mendukung pemanfaatan sistem pengelolaan limbah yang bersifat sentralisasi dengan menggunakan teknologi seperti Teba Modern dan inovasi-inovasi lainnya sehingga proses perubahan ini dapat berlangsung secara efektif.
\”Ini merupakan bagian dari komitmen kami bersama dalam melestarikan lingkungan Bali yang tetap bersih, sehat, dan berkelanjutan,\” tutupnya dalam pernyataan resmi yang dirilis pada hari Senin tanggal 2 Agustus 2025.
Di sisi lain, Koordinator Pokja PSP PSBS, Dr. Luh Riniti Rahayu mengkritik penerapan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup yang baru dikeluarkan. Ia menyatakan bahwa kebijakan ini harus dijalankan serta dipatuhi oleh pihak pemerintah setempat.
\”Jika dalam jangka waktu 180 hari kebijakan pembuangan limbah terbuka belum dihentikan, maka ada konsekuensi hukum yang mengancam. Ini tentu sangat tidak cerdas karena pemerintah tidak melaksanakan surat keputusan menteri tersebut serta memberikan keringanan untuk membuang sampah sehingga para pejabat DKLH bisa menjadi tersangka,\” ujarnya.
Dia menjelaskan Peraturan Gubernur Provinsi Bali Nomor 47 Tahun 2019 terkait pengelolaan sampah berbasis sumber telah berlaku selama 6 tahun. Saatnya bagi pihak yang lebih keras agar masyarakat taat dan memahami pentingnya pengelolaan sampah guna kepentingan pulau Dewata. Dia menegaskan bahwa jika bukan saat ini, kapan lagi kita memberi kesempatan kepada masyarakat Bali untuk siap dalam mengelola limbah mereka sendiri. ***