Front Advokat Rakyat Lingkar Sawit Datangi Komnas HAM Sulteng, Bahas Konflik Agraria di Tolitoli **Rephrased Title:** **Advokat Rakyat Kunjungi Komnas HAM Sulteng Bicarakan Konflik Agraria Tolitoli**


Laporan Wartawan infoaskara.com, Supriyanto Ucok.


infoaskara.com, PALU –

Ketua Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat Kelompok Sawit Tolitoli mengunjungi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Sulawesi Tengah terkait permasalahan perselisihan lahan pertanian yang dialami para petani di Kabupaten Tolitoli, Sulawesi Tengah, pada hari Senin (30/6/2025).

Perwakilan Paralegal Progresif, Marwan mengatakan bahwa kedatangan masyarakat ke Komnas HAM untuk melaporkan kedua perusahaan sawit yang masih terlibat konflik bersama masyarakat di Kabupaten Tolitoli yaitu PT Total Energi Nusantara (TEN) dengan PT Citra Mulia Perkasa (CMP).

Menurut Marwan kedua perusahaan sawit itu telah merugikan hak-hak keperdataan warga dan telah melakukan pelanggaran HAM.

\”PT Total Energi Nusantara (TEN) dan PT Citra Mulia Perkasa (CMP) hingga kini masih menghadapi perselisihan dengan warga di Tolitoli sejak proses pengadaan tanah berlangsung hingga saat ini,\” ujar Marwan.

Menurut keterangan Marwan, izin lokasi yang digunakan oleh kedua perusahaan tersebut keluar di tahun 2010.

Namun izin dari pembebasan lahan tersebut digunakan untuk penanaman pohon Sengon dan Karet.

\”Jadi izin lokasinya sebenarnya untuk Sengon dengan Karet, tetapi mereka melakukan aktivitas penanaman sawit, itu sudah salah dalam hal izinnya,\” Ungkap Marwan.

Setelah mendengar informasi itu, Ketua Komda HAM Sulawesi Tengah, Livand Breemer bersama dengan anggota Tim Kerja Komnas HAM Sulawesi Tengah menyampaikan kesediaannya untuk memantau pengaduan para petani yang merasakan ketidakadilan serta melanjutkan tindak lanjut terhadap laporan yang diajukan oleh para petani.

Marwan berharap laporan tersebut dapat memperkuat prinsip kepastian hukum serta pelaksanaan HAM, di mana permasalahan sengketa lahan sawit kini menjadi fokus utama.

Selanjutnya, Advokat Rakyat, Agussalim menyampaikan bahwa segera akan diambil langkah hukum terhadap perusahaan yang bersangkutan.

\”Tujuannya adalah agar hukum tidak dimiliki oleh korporasi akibat adanya dominasi modal oligarki,\” tegas Agussalim.

Agus Salim mengajukan permohonan kepada Pemprov Sulawesi Tengah agar menyampaikan penjelasan kepada warga Tolitoli serta melakukan evaluasi terhadap izin lahan yang telah diberikan kepada PT TEN dan PT CMP.

\”Kepala daerah harus segera datang langsung ke lokasi bersama Tim Pemetaan Aset Tanah agar dapat memverifikasi secara langsung apakah perusahaan tersebut benar-benar sah terkait penggunaan tanah serta Hak Guna Usaha,\” jelasnya.

Dia juga menyebutkan bahwa tanah yang dimiliki masyarakat itu masih belum diberikan kompensasi oleh pihak perusahaan kelapa sawit tersebut.

Di samping itu, luas tanah yang dialokasikan kepada PT TEN dan PT CMP mencapai 40.000 hektar, namun sesuai dengan Peraturan Menteri Agraria Nomor 2 Tahun 1999, di mana satu kelompok perusahaan diperbolehkan memiliki lahan paling banyak sebesar 20.000 hektar.

Itulah landasan dari pemberian izin lokasi pada masa lalu, dan benar bahwa di satu provinsi hanya diperbolehkan bagi sebuah konsorsium perusahaan untuk mengelola luas tanaman maksimum 20.000 hektare, kecuali di Papua. Sementara itu, kedua perusahaan kelapa sawit tersebut masing-masing mendapatkan izin penggunaan lahan seluas 20.000 hektare, artinya hal ini secara jelas melanggar ketentuan yang ada,\” katanya.(*)
Atau:
Dasar utama dari pemberian izin lokasi saat itu adalah adanya batasan jumlah lahan yang dapat dikelola oleh satu grup perusahaan dalam satu provinsi yaitu maksimal 20.000 hektare, kecuali di Papua. Namun, dua perusahaan kelapa sawit tersebut masing-masing memiliki izin lahan sebanyak 20.000 hektare, sehingga terlihat jelas telah melakukan pelanggaran terhadap aturan yang berlaku,\” ujarnya.(*)
Atau:
Pembenaran atas izin lokasi beberapa tahun silam didasarkan pada regulasi yang menyatakan bahwa setiap group perusahaan hanya boleh mengelola hutan atau lahan dengan ukuran maksimal 20.000 hektare dalam satu wilayah provinsi tertentu, kecuali di Papua. Dalam kasus ini, dua perusahaan kelapa sawit masing-masing dikabulkan izin lahan senilai 20.000 hektare, maka bisa disimpulkan bahwa mereka telah melanggar norma yang ditetapkan,\” paparnya.(*)
Atau:
Izin lokasi yang diberikan dahulu bersumber dari suatu pedoman yang menjelaskan bahwa satu grup perusahaan tidak boleh mengurusi lebih dari 20.000 hektare lahannya dalam satu daerah propinsi, kecuali di Papua. Kedua perusahaan kelapa sawit tersebut masing-masing meraih hak guna lahan seluas 20.000 hektare, yang berarti pasti bertentangan dengan peraturan yang berlaku,\” tambahnya.(*)
Atau:
Batas bawah penunjukan izin lokasi tempo dulu merupakan aturan yang menyebutkan bahwa satu kumpulan perusahaan hanya dibolehkan mengurus area maximum 20.000 hektare dalam satu kabupaten/kota, kecuali Provinsi Papua. Pada kondisi ini, dua perusahaan kelapa sawit masing-masing diberikan ijin lahan mencapai angka 20.000 hektare, jadi sangat nyata sekali melewati pembatasan yang telah ditetapkan,\” ungkapnya.(*)
(*) Catatan: Tanda (*) biasanya digunakan sebagai referensi catatan kaki atau sumber informasi.

Scroll to Top