SETELAH
Delapan perguruan tinggi terkemuka di Indonesia sebelumnya tercatat berada dalam kategori tersebut.
Red Flag
dan
High Risk
dalam pemeringkatan
Indeks Risiko Integritas Penelitian (IRIPen)
kini hadir lima universitas ternama lainnya yang tercantum dalam daftar tersebut
Watch List
– kategori risiko menengah yang tetap membutuhkan pengawasan.
RI² merupakan sistem peringkat global yang dikembangkan guna mengidentifikasi risiko kemungkinan terjadinya pelanggaran integritas akademik, terutama di bidang penelitian.
Kategori Risiko RI²:
-
Bendera Merah (Skor > 0.251):
Ancaman paling tinggi. Mengindikasikan kemungkinan adanya kegagalan secara menyeluruh dalam sistem. -
Risiko Tinggi (0.176 – < 0.251):
Pelanggaran berat terhadap standar internasional. -
Daftar Tontonan (0.099 – < 0.176):
Berpotensi risiko menengah. Memerlukan kewaspadaan lebih tinggi. -
Variasi Normal (0,049–< 0,099):
Masih dalam batas wajar. -
Low Risk (< 0.049):
Berisiko rendah. Mematuhi kode etik penelitian internasional.
Berikut daftar lima universitas terkemuka di Indonesia yang termasuk dalam Watch List RI²:
-
Universitas Gadjah Mada (UGM)
— Skor RI²: 0.117 -
Institut Pertanian Bogor (IPB)
— Skor RI²: 0.119 -
Institut Teknologi Bandung
(ITB)
— Skor RI²: 0.120 -
Universitas Indonesia
(UI)
— Skor RI²: 0.154 -
Institute of Technology Sepuluh November (ITS)
— Skor RI²: 0.168
Apa Itu RI2
?
RI2 merupakan instrumen pengukuran pertama secara global yang didesain guna mendeteksi potensi ancaman terhadap integritas riset pada level lembaga pendidikan. Alat ini diciptakan oleh Professor Lokman Meho dari American University of Beirut, dengan tujuan menjawab keprihatinan akan sistem pemeringkatan perguruan tinggi internasional yang cenderung fokus pada volume publikasi serta jumlah sitasi semata, sementara aspek mutu dan jujur dalam ranah ilmiah kurang diperhitungan.
Apa Fungsi RI2
?
RI2 menilai lembaga pendidikan menggunakan dua indikator utama yang dapat diverifikasi:
-
R Rate
Jumlah artikel yang dicabut setiap 1.000 publikasi, yang mencerminkan adanya pelanggaran terhadap metode penelitian, etika, maupun aspek penulisan. -
D Rate
Persentase publikasi sebuah lembaga dalam jurnal yang dicabut dari Scopus atau Web of Science lantaran tak memenuhi syarat mutu.
Kedua indikator tersebut dikombinasikan untuk menciptakan skor berkisar antara 0 hingga 1, yang kemudian menggolongkan lembaga ke dalam kategori tertentu berdasarkan nilai tersebut.
5 tingkat risiko
(Dari Red Flag sampai Low Risk). Hasil tersebut dapat dilihat dalam pemeringkatan RI2 yang memperbandingkan 1.000 perguruan tinggi paling produktif di seluruh dunia.
Makin besar nilai RI2 yang didapat, makin tinggi juga potensi terjadinya pelanggaran integritas. Walaupun tidak dimaksudkan sebagai sarana mencoreng nama baik, RI2 berfungsi sebagai indikator awal bagi perguruan tinggi untuk segera mengevaluasi serta memperbaiki kondisi internalnya.
Mengapa RI2 Penting?
Sistem penilaian konvensional kerap kali memperhitungkan kebiasaan buruk semacam berikut ini:
– Penerbitan artikel pada jurnal yang tidak dapat dipercaya atau berpredikat sebagai jurnal pemangsa.
– Memanipulasi kutipan atau memiliki dua jabatan sekaligus demi kepentingan pencapaian statistik tertentu.
– Bergantung pada pihak eksternal sebagai upaya untuk menambah tingkat produksi konten.
RI2 mengalihkan fokus dari
kuantitas
ke
integritas
menyediakan alat yang transparan untuk membantu mengidentifikasi kelemahan pada sistem riset.
Namun, perlu juga dicatat bahwa karakteristik dari Indikator Risiko RI2 bersifat \”
indeks risiko
, yang menunjukkan bahwa dia mampu mendeteksi kemungkinan permasalahan atau ketidakkonsistenan yang bisa membutuhkan investigasi tambahan. Hal ini tidak dimaksudkan sebagai suatu evaluasi
definitif
tentang
pelanggaran integritas
namun lebih berfungsi sebagai sistem peringatan awal.
Isu terkait mutu riset maupun artikel ilmiah pernah menjadi pembicaraan hangat pada tahun 2024 silam.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nizam, mengungkapkan bahwa mutu publikasi jurnal akan berdampak pada citra universitas serta para dosen di level global.
\”Oleh karena itu, sangat krusial untuk memastikan bahwa jurnal tempat kita menerbitkan artikel benar-benar bermutu tinggi, tidak sembarangan atau predatori,\” ujarnya saat menghadiri ajang Indonesia Research Summit–Editage yang berlangsung di Jakarta awal tahun 2024 silam, sebagaimana dilansir oleh Antara.
Menurut Nizam, jumlah publikasi jurnal dari Indonesia hingga saat ini cukup besar, bahkan melebihi beberapa negara lain, khususnya di wilayah Asia. Namun demikian, mutu publikasi itu belum memadai, sehingga perlu adanya peningkatan untuk memberikan kontribusi positif bagi reputasi institusi pendidikan tinggi maupun para dosen di Tanah Air.
(*)