infoaskara.com
– JAKARTA – Bisakah perubahan UU No. 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara memodifikasi aturan terkait batas waktu untuk regulasi pegawai bukan ASN?
honorer
?
Pasal 66 Undang-Undang ASN tertulis: \”Karyawan bukan ASN atau istilahan lain harus diselesaikan pengaturannya paling lama pada bulan Desember tahun 2024. Mulai saat peraturan ini dijalankan, lembaga pemerintah tidak boleh lagi merekrut karyawan yang bukan ASN atau nama lain.\”
Nah, apakah
revisi UU ASN
Apakah akan memodifikasi Pasal 66 yang sudah menetapkan bahwa penataan pegawai bukan ASN harus selesai paling lama pada Desember 2024?
Diketahui bahwa DPR RI saat ini tengah mendorong penyusunan kembali Undang-Undang tentang Aparatur Sipil Negara sebagai salah satu bagian dari Prolegnas Prioritas Tahun 2025.
Pemerintah, khususnya oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Rini Widyantini, mengungkapkan niat untuk memberikan usulan selama tahap penyempurnaan Undang-Undang tentang ASN jika sudah mendapatkan salinan resmi dari draf revisi yang diajukan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).
Menteri PANRB Rini Widyantini menyebut bahwa revisi Undang-Undang Aparatur Sipil Negara adalah ide dari DPR, dan kementerian tersebut masih menanti pengiriman dokumen formal sebelum memutuskan posisi atau saran mereka.
\”Berdasarkan ingatan saya, ini adalah ide DPR kan? Saya masih belum mengetahui rincian isi materi tersebut,\” ujar Rini ketika dihubungi oleh ANTARA dari Jakarta, pada hari Kamis (17/4) sore.
Terkait dengan berbagai opsi yang dipersiapkan oleh kementerian, termasuk pemecahan masalah pegawai harian dan model rekruitmen Aparatur Sipil Negara (ASN), serta skema pekerjaan yang lebih lentur, Menteri Rini mengungkapkan bahwa tim mereka akan merespons sesuai dengan isi dokumen resmi yang diperoleh dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
\”Dependendo do material. Tentu saja, setelah menerima secara resmi, kita akan memberikan saran,\” jelas Rini.
Perlu diingat bahwa ada sedikit perubahan dalam struktur kalimat untuk mempertahankan konteks dan arti yang sama namun tetap menghasilkan variasi baru pada teks aslinya. Maaf atas ketidaknyamanannya. Jika Anda memiliki permintaan lain atau ingin kembali ke Bahasa Indonesia, harap beritahu saya!
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia saat ini merencanakan perombakan Undang-Undang tentang Aparatur Sipil Negara. Salah satu elemennya adalah memberikan wewenang pada Presiden untuk melakukan penunjukan, pemindahan, hingga penghapusan jabatan bagi para pegawai senior dari skala nasional hingga lokal.
Mengenai RUU prioritas DPR RI tersebut, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Zulfikar Arse Sadjidin juga menyampaikan beberapa pandangan, di antaranya terkait dengan aspek desentralisasi yang telah lama menjadi jiwa dari negara Indonesia.
Saat melihat aspek Administrasi Pemerintahan, semuanya tersebut khususnya mengenai urusan publik, kekuatan dan tanggung jawab utamanya berada di tangan Presiden sebagaimana beliau jelaskan di gedung DPR RI, Jakarta Pusat, hari Kamis.
Namun, mengingat bahwa negeri kita adalah sebuah negara kesatuan yang terpusat, di mana dengan adanya wilayah otonomi kita memiliki prinsip otonomi, sehingga wewenang tersebut dialihkan kepada pemerintah daerah,\” tambahnya.
Dia menyebutkan bahwa rencana pemberian tambahan wewenang kepada presiden bertentangan dengan prinsip desentralisasi dan otonomi lokal.
Arsen belum menyebutkan kapan Komisi II DPR akan memulai pembahasanRUU Aparatur Sipil Negara (ASN). Naskah RUU itu saat ini masih dalam proses penyempurnaan oleh Badan Keahlian DPR RI.
Jika perubahan ini diapprove, presiden akan mendapatkan wewenang langsung atas kedua jenis posisi berikut, yakni:
1. Jawatan Kepemimpinan Tertinggi Menengah (Kini telah menjadi wewenang Presiden) yang mencakup:
2. Dirut Badan (Direktur Utama) Kementerian, Sekretaris Daerah Propinsi (Sekda Propinsi)
3. Inspektur Jenderal (Irjen)
4. Dekan dari instansi selain kementerian (misalnya di BKN, KemenPANRB)
5. Staf ahli menteri
6. Posisi Pejabat Tingkat Tinggi Pratama (perubahan Undang-Undang)
7. Pejabat Tinggi di daerah provinsi ataupun kabupaten/kota (seperti Kadis Pendidikan, Kesehatan, PU, dll.)
8. Kepala Dinas Kabupaten/Kota (Kadis Kab/Kota)
9. Direktur Jenderal di kementerian
10. Direktur di bawah Dirjen
Namun demikian, tidak seluruh posisi PNS dapat dipengaruhi secara langsung oleh presiden.
Sebagian masih merupakan kewajiban dari menteri atau kepala daerah, termasuk posisi sebagai administrator yang mencakup kepala bagian, camat, serta kepala bidang. Kemudian ada pula jabatan pengawas seperti kasubag, lurah, dan pengawas teknis, selain itu terdapat juga jabatan fungsional misalnya guru, dokter, auditor, penyuluh, peneliti, dan arsiparis.
Mari kita lihat saja selanjutnya apabila penyempurnaan UUASN ini juga berdampak pada pengaturan tenaga honorer di masa depan.
(sam/antara/jpnn)