Respons atas Putusan MK, PKB Usulkan Pilkada Serentak Digelar di DPRD

Pimpinan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)
PKB
Jazilul Fawaid menegaskan bahwa dirinya berencana mengajukan usulan terkait pelaksanaan pemilihan bupati dan wali kota yang seharusnya diselenggarakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

Ia menjelaskan bahwa usulan ini merupakan respons terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan pelaksanaan pemilihan umum nasional dengan pemilihan daerah. Menurutnya, putusan MK belum cukup menyeluruh dan sebaiknya juga mempertimbangkan berbagai aspek lain seperti sistem partai politik serta mekanisme penyelenggaraan pemerintahan di tingkat daerah.

Karena itu, PKB, atau setidaknya saya, mengusulkan agar UU (Pemilu) direvisi. Nanti dalam pemilihan Bupati dan Wali Kota cukup diserahkan kepada DPRD tingkat II sehingga prosesnya lebih sederhana. Toh memang Mahkamah Konstitusi juga menginginkan hal tersebut yang lebih simpel,” ujar Jazilul saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada hari Jumat (4/7).

Menurutnya, kini diperlukan sejumlah pembahasan mendalam terhadap Undang-Undang Pemilu. Hal ini mencakup pula keputusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan ketentuan ambang batas pencalonan serta pemisahan antara penyelenggaraan pemilu tingkat nasional dan daerah.

“(Keputusan Mahkamah Konstitusi) Hal tersebut wajib dituangkan dalam UU Pemilihan Umum, serta merupakan tanggung jawab DPR,” ujarnya.

Jazilul juga menyoroti adanya perpanjangan masa jabatan DPRD serta kepala daerah buntut dari putusan soal pemisahan itu. Hal itu juga yang menjadi salah satu alasan diperlukannya perumusan yang lebih komprehensif di dalam Undang-Undang Pemilu.

\”Karena putusan MK ini kan terkait dengan pemilu tapi implikasinya kepada pemerintah daerah, kepada otonomi daerah, kepada keuangan negara itu banyak implikasinya,\” katanya.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa pelaksanaan pemilihan umum nasional dan pemilihan umum daerah akan dipisahkan mulai tahun 2029. Keputusan tersebut menuntaskan penggunaan sistem pemilu lima kotak yang sejak dulu diselenggarakan secara bersamaan.

Putusan itu tercantum dalam Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang disampaikan saat Sidang Pembacaan Putusan di Ruang Sidang Paripurna MK pada hari Kamis (26/6/2025). Gugatan perkara ini diajukan oleh Perhimpunan Untuk Pemilihan Umum Dan Demokrasi (PERLUDEM).

Pemilu nasional yang semula meliputi pemilihan legislatif untuk DPR, DPD, serta Presiden dan Wakil Presiden dianggap perlu dipisahkan dari Pemilu daerah. Pemilu daerah sendiri mencakup pemilihan anggota DPRD tingkat provinsi, kabupaten, atau kota, juga penyelenggaraan pesta demokrasi dalam memilih pimpinan daerah seperti gubernur, bupati, walikota bersama dengan masing-masing wakil mereka.

Saldi Isra yang merupakan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa penyelenggaraan pemilihan umum dengan sistem lima kotak sekaligus malahan memunculkan berbagai masalah terkait kualitas demokrasi, efisiensi operasional penyelenggara pemilu, dan juga hak para pemilih.

\”Dengan adanya putusan itu, Mahkamah perlu menegaskan bahwa berbagai model pelaksanaan pemilihan umum, seperti pilgub/pemilihan wakil gubernur, pileg/pemilihan wakil bupati, serta pilwali/wakil wali kota yang sudah dijalankan hingga saat ini masih memiliki landasan konstitusi,\” ujar Saldi melalui siaran persnya pada Kamis (26/6).

Scroll to Top