Setahun ke Depan, 1,2 Juta Pekerja di Indonesia Terancam Kena PHK


PIKIRAN RAKYAT

– Sekitar 1,2 juta karyawan di Indonesia berisiko menghadapi penghentian hubungan kerja (PHK) akibat perselisihan tariff antara Amerika Serikat (AS) dan Cina. Risiko ini meliputi semua bidang industri untuk periode perkiraan setahun mendatang, dengan bagian subsektor garmen dan barang-barang garmen (GTTP) menerima dampak terbesarnya, yaitu bisa kehilangan hingga 191 ribu tenaga kerja.

\”Dapat dikatakan bahwa serapan tenaga kerja dalam sektor perindustrian tekstil tersebut bakal menurun kira-kira 191 ribu orang, ini adalah perkiraan kami,\” ungkap analis ekonomi dari Pusat Studi Ekonomi dan Hukum (Pselhuk) Celios, Nailul Huda, saat berada di Jakarta pada hari Minggu, tanggal 20 April 2025.

Dia menyatakan bahwa kemungkinan terjadinya pemutusan hubungan kerja itu diestimasikan dengan mempertimbangkan efek dari penerapan tariff oleh Amerika Serikat. Menurut perhitungannya, apabila tingkat tariff naik sebanyak 1%, hal ini dapat mengakibatkan penurunan volume ekspor Indonesia hingga 0,8%.

Dalam bidang tekstil dan pakaian, peningkatan ekspor ke Amerika Serikat bersama dengan beban yang ditimbulkan oleh pasokan barang murah dari Cina ke pasar dalam negeri membuat kondisi menjadi lebih sulit. \”Hal ini dapat menyebabkan nilai tambah pada industri tekstil dan pakaian terus berkurang,\” jelas Nailul.

Satgas PHK

Merespons kondisi tersebut, Wakil Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Mari Elka Pangestu menyatakan bahwa pihak berwenang sudah mendirikan tim spesialis untuk menyiapkan langkah antisipatif terhadap kemungkinan meningkatnya pengurangan tenaga kerja yang disebabkan oleh aturan tariff baru itu.

Tim tugas khusus tentang pekerjaan dan pemutusan hubungan kerja telah didirikan guna mencegah efek langsung dari aturan tariff tersebut. Pemerintah pun tengah menyusun serangkaian peraturan untuk mendukung industri-industri yang terpengaruh,\” jelas Mari saat konferensi pers virtual bersama Menteri Koordinator Bidang Ekonomi Airlangga Hartarto.

Tim tugas ini akan berfokus pada perlindungan pekerja di bidang-bidang yang paling terpengaruh, yaitu sektor tekstil, produksi sepatu, serta nelayan.

Di samping Satuan Tugas Penanganan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), pemerintah pun mendirikan tiga kelompok kerja tambahan yang bertujuan mengatasi perubahan regulasi, memperbaiki efisiensi ekonomi, serta mendorong kinerja kompetitif dalam negeri. Ini semua merupakan elemen penting dari skema jangka menengah guna meredam beban biaya ekonomi yang melambung dan menciptakan peningkatan produktivitas seiring dengan tantangan internasional.

Dalam pembicaraan dengan Amerika Serikat, Indonesia bertujuan untuk mencapai persetujuan tariff ekspor yang seimbang dan tidak diskriminatif bagi produk-produk Unggulan di Tanah Air. Target akhirnya adalah mendapatkan kesepakatan tersebut dalam waktu 60 hari kedepan.

Sektor-sektor tertentu di bawah ini menerima dampak langsung akibat tindakan tersebut. Pada tanggal 2 April 2025, Presiden Amerika Serikat Donald Trump telah mengesahkan peraturan eksekutif yang memperkenalkan bea masuk berimbang untuk barang-barang yang diimpor dari beberapa negara. Beban pajak awal ditetapkan sebesar 10%, sementara itu ada tambahan biaya bagi total 57 negara yang menjalin neraca perdagangan merugikan dengan AS; salah satunya adalah Indonesia, yang kini harus membayar bea senilai 32%.

Pada tanggal 9 April, Trump menyatakan bahwa tarif sebesar 10 persen akan diberlakukan untuk jangka waktu 90 hari kepada lebih dari 75 negara yang belum menetapkan tindakan balas dendam serta sudah memohon perundingan, dengan pengecualian bagi China. ***

Scroll to Top