Tak Semua IPO Menjanjikan Keuntungan Besar, Analis Beri Peringatan Penting Ini


infoaskara.com.CO.ID –


JAKARTA.

Pasarnya saham di Indonesia siap menyambut lebih banyak penawaran umum perdana saham atau yang dikenal sebagai Initial Public Offering (IPO), dengan jumlah emisi efek mencapai skala besar. Hal ini datang seolah-olah menjadi embusan angin baru dalam iklim IPO yang cenderung merosot pada tahun ini.

Yang terkini, perusahaan anak dari PT Chandra Asri Pacific Tbk (
TPIA
), yakni PT Chandra Daya Investasi secara resmi mengungkapkan jadwal penawaran publiknya. Perusahaan tercatat baru ini dengan kode saham CDIA diproyeksikan dapat mendapatkan dana segar sebesar Rp 2,73 triliun.

Menurut data dari infoaskara.com per tanggal 19 Juni 2025, baru terdapat 14 emiten baru yang go public di Bursa Efek Indonesia (BEI). Total dana yang sukses dikumpulkan oleh mereka mencapai angka Rp 7,37 triliun.

Dari 14 perusahaan publik tersebut tidak semua IPO memiliki jumlah penggalangan dana besar. Terdapat hanya dua perusahaan yang mendapatkan dana dari penawaran umum saham pertama melebihi triliun, sementara sisanya berada di bawahnya atau dalam satuan miliar.

Mereka adalah PT Bangun Kosambi Sukses Tbk (
CBDK
Dengan dana hasil penawaran umum saham senilai Rp 2,3 triliun. Perusahaan milik pengusaha Sugianto Kusuma menetapkan harga peluncuran publik di angka Rp 4.060 per saham.

Selanjutnya terdapat PT Yupi Indo Jelly Gum Tbk (
YUPI
), yang sukses mengumpulkan modal sebanyak Rp 2,04 triliun. Pada saat itu, YUPI menjual 854,44 juta saham dengan harga penawaran awal mencapaiRp 2.390 per saham.

Sekali pun tidak seluruh saham dengan nilai emisi berpotensi memberikan keuntungan bagi para investor. Sebagai contoh, harga YUPI telah merosot sebesar 23,43% dibandingkan dengan harga penawaran umum perdana dan kini diperdagangkan pada level Rp 1.830 per saham.

Sebagai contoh lain, harga saham milik perusahaan raksasa yang melakukan penawaran umum perdana dengan skala terbesar se-Asia tahun 2022, yaitu PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (
GOTO
) tetap terkoreksi. Di penutupan perdagangan Kamis (29/6), GOTO berhenti di harga Rp 61 per saham.

Sebenarnya, perusahaan teknologi tersebut mengatur harga penawaran umum perdana (IPO) senilaiRp 338 per saham. Dengan menjual 46,7 miliar saham, GOTO sukses mendapatkan modal baru sejumlah Rp 15,8 triliun. Bahkan mencapai nilai Rp 100 tampaknya menjadi tantangan besar bagi GOTO.

Hal yang sama pun menimpa beberapa perusahaan teknologi lain seperti PT
Bukalapak.com
Tbk (
BUKA
yang melaksanakan IPO pada tahun 2021.

BUKA adalah startup teknologi pertama yang go public di Bursa Efek Indonesia (BEI). Lebih jauh lagi, Buka mencatat prestasi sebagai perusahaan publik dengan penawaran umum perdana (IPO) tertinggi dalam sejarah pasar saham nasional, mengumpulkan dana senilai Rp 21,90 triliun.

Pada saat itu, BUKA menetapkan harga penawaran umum perdana sebesar Rp 850 per saham, yang menjadi batas atas dari proses price discovery. Akan tetapi, sampai akhir sesi perdagangan pada hari Kamis (19/6), nilai saham BUKA berada di level Rp 137.

Seiring dengan sepak terjangnya. PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (صندCallableWrapper
MTEL
) juga menghadapi pengalaman serupa. MTEL melaksanakan IPO di tahun 2021 dan berhasil mendapatkan dana baru sebesar Rp 18,33 triliun.

Saat pelaksanaan penawaran umum saham perdana, perusahaan anak dari PT Telkom Indonesia Tbk (
TLKM
Ini menetapkan harga IPO senilai Rp 800. Meskipun demikian, harga saham MTEL telah anjlok 31,87% dari harga IPO menjadi Rp 545 pada penutupan hari Kamis (19/6).


Catatan analis

Untuk mengelakkan nasib buruk, investor harus teliti saat menentukan pilihan saham IPO, tidak cukup hanya dengan mempertimbangkan ukuran nilai emisinya saja yang ditargetkan oleh perusahaan yang akan dicatatkan di bursa.

Pakar Pasar Saham Irwan Ariston menjelaskan bahwa sulit untuk memperkirakan kapan saham penawaran umum perdana (IPO) dapat berkembang menjadi saham multi-bagger karena kebanyakan saham IPO ditawarkan dengan nilai yang sudah tinggi.

Berdasarkan pengalaman-nya, jika alokasi IPO yang diterima terbatas, maka ada potensi bahwa saham tersebut akan dipompa nilainya.
market make
Jika dividen yang dibagikan besar, hal itu dapat menunjukkan tanda-tanda bahwa harga saham mungkin tidak meningkat secara signifikan, atau justru berpotensi untuk turun.

\”Bagi para calon investor yang berencana untuk membeli saham pada masa IPO, penting bagi mereka untuk fokus pada aspek-aspek fundamentalan seperti potensi pertumbuhan sektor tersebut serta struktur dari dewan direksi dan komisari,\” terang Irwan kepada infoaskara.com, Kamis (19/6).

Irwan menekankan, bagaimana pun, bahwa harga penawaran perdagangan publik awal (IPO) tersebut sudah tidak terlalu murah. Dia menyatakan bahwa sekarang ada lebih banyak saham di bursa sekunder dengan nilai ekonomi yang lebih kecil dibandingkan dengan saham-saham yang bakal melakukan IPO.

\”Oleh karena itu, para investor sejati lebih condong untuk membeli saham di pasar sekunder mengingat situasi saat ini daripada saham-saham yang baru akan go public,\” jelasnya.

Kartika Sutandi, pengamat pasar modal, menegaskan bahwa investor yang berencana untuk membeli saham IPO harus benar-benar memahami serta menganalisis latar belakang pemilik perusahaan. Penting juga bagi mereka untuk tidak terpaku hanya pada aspek fundamental atau penjamin emisi efek saja.

Dia memberikan contoh beberapa saham milik Prajogo Pangestu yang telah naik sejak penawaran umum perdana. Sebagai ilustrasi, saham PT Barito Renewable Energy Tbk (BREN) misalnya, telah meningkat 685,25% dari harga peluncurannya yaitu Rp 780 hingga mencapai angka Rp 6.125.

Setelah itu terdapat PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk (CUAN), dimana sahamnya naik sebesar 5.195,45% semenjak penawaran umum perdana di Bursa Efek Indonesia pada tanggal 8 Maret 2023 dengan harga awal Rp 220 per saham, dan mencapai nilaiRp 11.650 sampai penutupan dagang hari Kamis (19/6).

\”Segalanya bergantung pada pemilik perusahaan. Jika mereka jujur dan fokus pada saham, harganya akan meningkat. Namun, jika sang pemilik tak peduli dan cuma mementingkan keuntungan sebelum menghilang, hal ini bisa berakibat buruk bagi para investor,\” demikian katanya.

Scroll to Top